Rabu, 16 Februari 2011
Sebanyak 38 petani Hutan Kemasyarakatan (Hkm) dari Sesaot Lombok Barat, Santong Lombok Utara, Lombok Tengah dan Lombok Timur dari tanggal 14 - 15 Februari 2011. Didampingi oleh KONSEPSI NTB (Konsorsium untuk Studi dan Pengembangan Partisipasi). Semua lokas Hkm ini merupakan site KONSEPSI yang dibiayai melalui The Ford Foundation. Dari lokas Hkm di Lombok ini, Hkm Sesaot telah mendapatkan ijin IUPHkm dari Bupati Lombok Barat. Sementara lokasi Hkm yang lain telah mendapatkan pencadangan areal dari Menteri Kehutanan.
Tujuan studi banding; petani Hkm ingin belajar tentang pengemasan dan pemasaran hasil hutan bukan kayu. Karena selama ini berbagai hasil hutan bukan kayu yang berasal dari lokasi Hkm sebagian besar dijual dengan mentah. Hasil hutannya berpa jahe, pisang, pepaya nangka dll dijual tanpa pengolahan, sehingga tidak ada nilai tambah produk Hkm.
Melalui pengalaman Jaringan Madu Hutan Sumbawa (JMHS) dalam pemasaran dan pengemasan madu hutan sehingga bisa menembus pasar nasional, dengan volume pemasaran mencapai 10 ton dari 2008-2010. Pada sisi lain Koperas Hutan Lestari Desa Batudulang yang merpakan anggota JMHS, membagi pengalaman penataan kerjasama dengan petani madu serta mekanisme pembagian hasil (profit sharing). Pada sisi pengemasan (packaging), telah banyak perubahan dari menggunakan botol 800 ml sekarang telah memiliki berbagai alternatif kemasan yang menjadi kesukaan para konsumen madu hutan.
Koperasi Hutan Lestari Batudulang, selaian unit usaha pengemasan madu, juga mengelolah pengolahan empon-empon (Jahe, Kunyit serta Temulawak dll). Pengolahan Jahe Instan oleh koperasi telah sampai pada pengemasan dengan berbagai model, misalnya schacet.
Kunjungan lain para petani Hkm Lombok ini pada tanggal 15 Februari 2011, sore belajar pengelolaan air di Dusun Wanagiri Desa Sabedo Kec. Utan. Pengelolaan dan pemanfaatan air oleh masyarakat Wanagiri telah merubah dengan drastis yang dulu tahun 1986 merpakan lahan kering tandus dan hanya ditumbuhi alang-alang berubah menjadi pusat buah-buahan di wilayaha Kec. Utan. Hingga sekarang ini menjadi pusat agribisnis buah-buahan. Selama kunjungan para petani dapat memetik pembelajaran tentang pembagian labah (profit sharing), penentuan Harga Perkiraan Produksi (HPP), pengolahan empon-empon, pengolahan dan pemanfaatan air.
Tujuan studi banding; petani Hkm ingin belajar tentang pengemasan dan pemasaran hasil hutan bukan kayu. Karena selama ini berbagai hasil hutan bukan kayu yang berasal dari lokasi Hkm sebagian besar dijual dengan mentah. Hasil hutannya berpa jahe, pisang, pepaya nangka dll dijual tanpa pengolahan, sehingga tidak ada nilai tambah produk Hkm.
Melalui pengalaman Jaringan Madu Hutan Sumbawa (JMHS) dalam pemasaran dan pengemasan madu hutan sehingga bisa menembus pasar nasional, dengan volume pemasaran mencapai 10 ton dari 2008-2010. Pada sisi lain Koperas Hutan Lestari Desa Batudulang yang merpakan anggota JMHS, membagi pengalaman penataan kerjasama dengan petani madu serta mekanisme pembagian hasil (profit sharing). Pada sisi pengemasan (packaging), telah banyak perubahan dari menggunakan botol 800 ml sekarang telah memiliki berbagai alternatif kemasan yang menjadi kesukaan para konsumen madu hutan.
Koperasi Hutan Lestari Batudulang, selaian unit usaha pengemasan madu, juga mengelolah pengolahan empon-empon (Jahe, Kunyit serta Temulawak dll). Pengolahan Jahe Instan oleh koperasi telah sampai pada pengemasan dengan berbagai model, misalnya schacet.
Kunjungan lain para petani Hkm Lombok ini pada tanggal 15 Februari 2011, sore belajar pengelolaan air di Dusun Wanagiri Desa Sabedo Kec. Utan. Pengelolaan dan pemanfaatan air oleh masyarakat Wanagiri telah merubah dengan drastis yang dulu tahun 1986 merpakan lahan kering tandus dan hanya ditumbuhi alang-alang berubah menjadi pusat buah-buahan di wilayaha Kec. Utan. Hingga sekarang ini menjadi pusat agribisnis buah-buahan. Selama kunjungan para petani dapat memetik pembelajaran tentang pembagian labah (profit sharing), penentuan Harga Perkiraan Produksi (HPP), pengolahan empon-empon, pengolahan dan pemanfaatan air.
Minggu, 06 Februari 2011
Discussing the timber, environmental services, water, biodiversity, and carbon absorption, related to forest resources is very common and documented information neatly. But to explore bees, honey, forests, conservation of watershed areas (DAS), and adaptation to climate change, surely represents a "new stuff" that causes a desire to know and want to read what the idea and implementation of these ideas at the field level .
Etnoekology explicitly understood as an order of an ethnic culture that ensures the ongoing processes of production, consumption, and distribution of benefits, for the sustainability of these resources and ethnic diversity. Group Batulanteh forest is a source of spring water for the people of Sumbawa, the source of bee forage because many nectar-producing trees, carbon sequestration that affect climate stability. Because the forest is useful as a place to live honey bees, and in turn honey is harvested for revenue sources, the people in the village Batudulang and participate in, maintain, and utilize their forest resources. This is the key to forest management principled social forestry (social forestry), namely forest "benefits" to the social, cultural, and economic communities. The most fundamental principle has long been ignored by the forestry business actors in developing countries, including Indonesia.
Learning to read nature wisely, learn the relationship between people and forests, must produce the symbolic meanings of the interaction of society and the forest. Symbolic meaning of the object called "honey" is one "drug" for certain diseases. The second symbolic meaning is that "honey bee" symbol of cleanliness of the soul.
The book is worth reading by lecturers, students, NGO activists, forestry practitioners, and government. Honey in the book provides its own sheen, and wrapped by the power of "trust" and "networking" strong as social capital society Batudulang Village.
Etnoekology explicitly understood as an order of an ethnic culture that ensures the ongoing processes of production, consumption, and distribution of benefits, for the sustainability of these resources and ethnic diversity. Group Batulanteh forest is a source of spring water for the people of Sumbawa, the source of bee forage because many nectar-producing trees, carbon sequestration that affect climate stability. Because the forest is useful as a place to live honey bees, and in turn honey is harvested for revenue sources, the people in the village Batudulang and participate in, maintain, and utilize their forest resources. This is the key to forest management principled social forestry (social forestry), namely forest "benefits" to the social, cultural, and economic communities. The most fundamental principle has long been ignored by the forestry business actors in developing countries, including Indonesia.
Learning to read nature wisely, learn the relationship between people and forests, must produce the symbolic meanings of the interaction of society and the forest. Symbolic meaning of the object called "honey" is one "drug" for certain diseases. The second symbolic meaning is that "honey bee" symbol of cleanliness of the soul.
The book is worth reading by lecturers, students, NGO activists, forestry practitioners, and government. Honey in the book provides its own sheen, and wrapped by the power of "trust" and "networking" strong as social capital society Batudulang Village.
Before 2007, farmers honey Sumbawa work without a "friend", just the opposite. Instead they work with situations that trap, even the impact on the price of honey in the level of farmers who until 2007 was not moving up from Rp. 15,000 per bottle. It's an uncomfortable situation for farmers honey Sumbawa. Items can be so difficult in the procession of "heroic" from the public until the honey farmers fell from a high tree that has a bee hive (Sumbawa language: boan). Forest honey in Sumbawa is known of the species Apis dorsata, is the dominant species on the island of Sumbawa. The presence of Forest Honey Network Sumbawa (JMHS) which stood since 2007, opens new space for the growth of forest honey market is more prestigious. JMHS which is part of the Indonesian Forest Honey Network (JMHI) jointly rebuild the empowerment of farmers by providing pressure point on improving the quality of forests and market honey honey honey hutan.Potensi Sumbawa reach 125 tons per year. Internal Data Monitoring Report (IMR) JMHS 2010 showed the potential of honey that can diorganiser by JMHS can reach 45 tons per year.
Since 2008, managed to penetrate the market JMHS AMWAY a multi-level marketing company with total sales of honey around 6 tons until 2010. The success of JMHS penetrate markets multi-level marketing company is not out of partnerships with PD. Dian Niaga wing JMHI business. The procession takes a long time, for one year JMHI / JMHS convince the board AMWAY. Until now, forest honey is marketed by AMWAY derived from APDS (Periau Association Lake Sentarum) from Lake National Park, West Kalimantan and JMHS Sentarum of Sumbawa.
Since 2008, managed to penetrate the market JMHS AMWAY a multi-level marketing company with total sales of honey around 6 tons until 2010. The success of JMHS penetrate markets multi-level marketing company is not out of partnerships with PD. Dian Niaga wing JMHI business. The procession takes a long time, for one year JMHI / JMHS convince the board AMWAY. Until now, forest honey is marketed by AMWAY derived from APDS (Periau Association Lake Sentarum) from Lake National Park, West Kalimantan and JMHS Sentarum of Sumbawa.
Sebelum 2007, petani madu Sumbawa bekerja tanpa "teman", justru sebaliknya. Sebaliknya mereka bekerja dengan situasi yang menjerat, bahkan berdampak pada harga madu di level petani yang sampai 2007 tidak bergerak naik dari Rp. 15.000 per botol. Sungguh situasi yang tidak mengenakkan bagi petani madu Sumbawa. Produk yang begitu sulit di dapat dari prosesi yang "heroik" dari masyarakat hingga petani madu jatuh dari pohon tinggi yang memiliki sarang lebah (bahasa Sumbawa: boan). Madu hutan di Sumbawa dikenal dari species Apis dorsata, merupakan jenis dominan di Pulau Sumbawa.
Keberadaan Jaringan Madu Hutan Sumbawa (JMHS) yang berdiri sejak 2007, membuka ruang baru bagi tumbuhnya pasar madu hutan yang lebih prestisius. JMHS yang merupakan bagian dari Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI) secara bersama-sama membangun kembali keberdayaan petani dengan memberikan titik tekan pada perbaikan kualitas madu hutan dan pasar madu hutan.Potensi madu Sumbawa mencapai 125 ton per tahun. Data Internal Monitoring Report (IMR) JMHS 2010 menunjukkan potensi madu yang dapat diorganiser oleh JMHS bisa mencapai 45 ton per tahun.
Sejak tahun 2008, JMHS berhasil menembus pasar AMWAY sebuah perusahaan multi level marketing dengan total penjualan madu mencapai 6 ton sampai 2010. Berhasilnya JMHS menembus pasar perusahaan multi level marketing ini tidak lepas dari kemitraan dengan PD. Dian Niaga sayap bisnis JMHI. Prosesinya memakan waktu cukup lama, selama satu tahun JMHI/JMHS meyakinkan board AMWAY. Hingga saat ini madu hutan yang dipasarkan oleh AMWAY berasal dari APDS (Asosiasi Periau Danau Sentarum) dari Taman Nasional Danau Sentarum Kalimantan Barat dan JMHS dari Sumbawa.
Keberadaan Jaringan Madu Hutan Sumbawa (JMHS) yang berdiri sejak 2007, membuka ruang baru bagi tumbuhnya pasar madu hutan yang lebih prestisius. JMHS yang merupakan bagian dari Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI) secara bersama-sama membangun kembali keberdayaan petani dengan memberikan titik tekan pada perbaikan kualitas madu hutan dan pasar madu hutan.Potensi madu Sumbawa mencapai 125 ton per tahun. Data Internal Monitoring Report (IMR) JMHS 2010 menunjukkan potensi madu yang dapat diorganiser oleh JMHS bisa mencapai 45 ton per tahun.
Sejak tahun 2008, JMHS berhasil menembus pasar AMWAY sebuah perusahaan multi level marketing dengan total penjualan madu mencapai 6 ton sampai 2010. Berhasilnya JMHS menembus pasar perusahaan multi level marketing ini tidak lepas dari kemitraan dengan PD. Dian Niaga sayap bisnis JMHI. Prosesinya memakan waktu cukup lama, selama satu tahun JMHI/JMHS meyakinkan board AMWAY. Hingga saat ini madu hutan yang dipasarkan oleh AMWAY berasal dari APDS (Asosiasi Periau Danau Sentarum) dari Taman Nasional Danau Sentarum Kalimantan Barat dan JMHS dari Sumbawa.
Langganan:
Postingan (Atom)
SELAMAT DATANG
Blog ini ruang bagi petani madu Sumbawa membangun komunikasi dengan dunia luar (show window)
Pesan Produk Kami
Pengikut
Popular Posts
-
Tanggal 7 Juni 2012 bertempat di Jalan Ki Hajar Dewantara Kelurahan Pekat Kec. Sumbawa, Rumah Madu Sumbawa di resmikan oleh Bupati Sumbawa...
-
POTENSI LEBAH MADU HUTAN Apis dorsata DI KAWASAN HUTAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO, RIAU DAN KABUPATEN SUMB...
-
Saat ini banyak produsen, pengusaha madu di banyak daerah membawa nama madu Sumbawa sebagai bagian dari produk ataupun promosinya. Meskipun ...